Kamis, 03 Mei 2012

PEMBANTAHAN KOMPROMI


           


      Rasul  Paulus  menasihati  Timotius untuk menghindari “omongan yang kosong  dan  yang  tidak  suci  dan pertentangan-pertentangan  yang  berasal dari apa yang disebut pengetahuan” (1 Tim. 6:20).  Frase  “apa  yang  disebut  pengetahuan”  berasal  dari  bahasa  Yunani pseudonumos gnosis (ψευδώνυμος γνῶσις), atau  bisa  juga  kita  sebut  pseudo-science, “science  falsely  so  called”  (KJV),  sesuatu yang seolah-olah adalah  ilmu pengetahuan sejati,  tetapi yang  sebenarnya bukan.


      Alkitab  mengklaim  dirinya  sebagai kitab yang diinspirasikan oleh Allah sendiri (2 Tim. 3:16), melalui kerja Roh Kudus di dalam  para  penulis manusia  (2 Pet.  1:21). Jadi,  walaupun  manusia  yang  menjadi penulis perantaranya, Allah  adalah penulis sejatinya. Oleh  sebab  itulah Alkitab maha benar,  karena  Allah  sebagai  penulisnya adalah  maha  benar.  Semua  pengajaran Alkitab  selalu benar,  seratus persen,  tanpa kesalahan sedikitpun. “Semua firman Allah adalah murni” (Ams. 30:5), termasuk di dalam hal ilmu pengetahuan. Alkitab memang bukan  buku  yang  ditulis  khusus  untuk berbicara  mengenai  ilmu  pengetahuan, tetapi semua referensi di dalam Alkitab yang berkaitan dengan sains adalah benar. Allah yang menciptakan hukum-hukum  alam  itu sendiri  tidak  akan  berbuat  kesalahan mengenai hukum-hukum  tersebut.

     Oleh sebab  itulah, orang Kristen yang lahir baru tidak mempertentangkan Alkitab dengan  ilmu  pengetahuan.  Ia  sadar  bahwa ilmu  pengetahuan  yang  sejati  tidak  akan pernah  bertentangan  dengan  Alkitab. Seorang Kristen fundamentalis  tidak merasa perlu  memilih:  Alkitab  atau  Sains?  Ia menyambut kedua-duanya! Sains menyelidiki wahyu umum Allah, dunia yang telah Ia ciptakan, sedangkan Alkitab adalah wahyu khusus  Allah.  Keduanya  tidak  mungkin bertentangan pada akhirnya.


           Tetapi  ada  ilmu  pengetahuan  palsu, pseudo-science,  “yaitu  yang  disebut pengetahuan,”  yang  dikecam  oleh  Paulus. Jika  ada  suatu  “ilmu  pengetahuan”  yang bertentangan  dengan  pernyataan  jelas  dari Alkitab,  maka  manusia  yang  berhikmat seharusnya  tahu  yang mana  yang  harus  ia percayai.  Betapa  bodohnya  mereka  yang lebih  beriman  kepada  para  ilmuwan dibandingkan kepada Allah.  Ilmu pengetahuan selalu berubah-ubah. Apa yang benar hari  ini bisa  jadi dinyatakan  salah besok. Apa yang  dianggap  konyol  hari  ini  bisa  jadi diserukan  sebagai  hukum  alam  besok.

       Intinya,  ilmu pengetahuan  tidak pernah akan mencapai  kata  akhir.  Ilmu  pengetahuan selalu  berkembang,  selalu  merevisi  diri, seringkali  menunggangbalikkan  apa  yang dahulu dianggap sangat benar. Sebaliknya, Firman Tuhan  tetap kokoh,  tidak berubah, dan  tetap  terperlihara  sejak  pertama dituliskan  hingga  hari  ini.  Alkitab  belum pernah  dibuktikan  salah  satu  kali  pun. Bodohlah orang yang mau, demi suatu teori sains yang populer hari  ini, mempersalahkan Alkitab, sementara suatu hari nanti sejarah akan membuktikan bahwa Alkitablah yang dari awalnya benar.
       Pseudo-science yang paling populer hari ini adalah teori evolusi. Suatu hari nanti, manusia  akan  menggeleng  kepala  sambil kebingungan mengapa  teori  yang  sebodoh ini bisa dipercaya oleh sekian banyak orang. Mengapa  orang-orang  yang  mengaku  diri pintar mau   percaya  bahwa  di  suatu  waktu  yang lampau  (seberapa lampau  tidak  bisa dipastikan),  oleh suatu  sebab  (yang tidak  diketahui), suatu ledakan  terjadi  (asalnya dari  mana  tidak bisa dijelaskan) di suatu tempat  (tidak  ada  yang tahu  lokasinya), yang menghasilkan alam semesta  yang  sangat  teratur  ini  (melalui mekanisme yang  tidak pernah diketahui atau diobservasi). Lalu dari tatanan benda-benda mati di alam semesta ini, muncul kehidupan di  sebuah  planet  yang  kebetulan  sekali mendukung  kehidupan.  Bagaimana  bisa muncul  kehidupan  dari  benda mati  belum pernah bisa dijawab oleh para ahli evolusi, tetapi  kita  disuruh  untuk  jangan  terlalu mempermasalahkan  detil kecil ini, melainkan  untuk  beriman  bahwa  melalui milyaran  tahun, makhluk bersel  satu dapat berevolusi  dengan  sendirinya  menjadi manusia,  walaupun  selama  pengamatan manusia  tidak pernah ada satu  jenis makhluk hidup-pun yang dapat berubah menjadi  jenis lain. Belum pernah ada kodok yang berubah menjadi burung, atau kambing yang menjadi ikan paus. Anak kecil yang berani berkata bahwa seekor kodok yang dia lihat kemarin telah  berubah  menjadi  adiknya,  akan dijewer  keras-keras  oleh  orang  tuanya sebagai  seorang  pembohong  dan  seorang pengejek  yang  kurang  ajar  yang  terlalu banyak  membaca  dongeng.  Tetapi,  ketika seorang  dewasa  yang  bermodalkan  gelar doktor mengatakan bahwa kodok yang sama dalam  waktu  satu  milyar  tahun  menjadi manusia,  ia  dianggap  sangat  pintar  dan terpelajar! Hah! Dan para evolusionis berani menuduh  orang-orang  Kristen  sebagai orang-orang yang beriman buta! Diperlukan lebih  banyak  iman  (dan  yang  buta)  untuk percaya  evolusi  dibandingkan  percaya bahwa  ada  pribadi Allah  yang mahakuasa yang menciptakan  segala  sesuatu.
            Namun, manusia  yang  telah menolak Allah,  harus  memiliki  sesuatu  untuk menenangkan hati nurani mereka yang terus menggedor-gedor dan mengingatkan bahwa mereka  harus  memberi  pertanggungan jawab  terhadap  sang  Pencipta.  Evolusi menjadi  jalan keluar yang praktis. Evolusi menjadi  penenang  hati  nuraninya.  Oleh sebab itulah, walaupun evolusi sama sekali tidak memiliki dasar  ilmu pengetahuan yang sejati,  ia dengan  cepat  menjadi populer.  Manusia  yang berdosa  tidak  dapat  sabar untuk   “memutuskan belenggu-belenggu”  dan “membuang tali-tali” (Maz. 2:2)  yang  akan terpasang pada diri mereka jika  mereka  mengakui eksistensi  Pencipta.  Di dunia yang bobrok, evolusi  menjadi “kebenaran  ilmiah,”  dan menentang evolusi berarti mendeklarasikan diri anda Remaja GRAPHE memperlihatkan karya mereka sebagai  seorang  yang  “bodoh,”  “tidak terpelajar”  dan  “seorang  fundamentalis fanatik yang  tidak  tahu apa-apa.”
         Karena  sedemikian  kuatnya  tekanan dunia  agar  seorang  yang  “terpelajar” mengakui  teori  evolusi,  tidak  heran  ada banyak  orang  Kristen  yang  menyerah terhadap  tekanan  ini,  dan  mencari  jalan kompromi  dengan  evolusi. Mereka  masih mau mempertahankan Alkitab,  tetapi  juga mau menerima evolusi. Dengan segala daya upaya, mereka mencoba mencari “evolusi” di  dalam Alkitab. Tetapi  usaha mereka ini sebenarnya  sia-sia.  Alkitab  sangatlah bertolak belakang dari evolusi. Tidak semua kompromi  bersifat  buruk. Ada  banyak  hal dalam  kehidupan  yang  memerlukan kompromi, apakah itu dalam negosiasi antar pribadi,  hubungan  kerja,  dan  lain-lain. Tetapi satu hal pasti, bahwa kebenaran tidak pernah boleh dikompromikan.
           Kompromi  antara Alkitab  dan  evolusi mirip dengan kisah seorang pengecut yang terjebak  saat  perang  saudara  Amerika  di abad 19. Kelompok Union di utara menentang perbudakan, sedangkan Konfederasi di selatan mau mempertahankannya. Alkisah si pengecut  tidak  tahu  mau  memihak  yang mana.  Akhirnya,  dia  memutuskan  untuk memakai   baju  Union  dan  celana Konfederasi.  Dia  pikir  dengan  demikian dia  akan  aman.  Tetapi  yang  terjadi sebaliknya,  prajurit  Union  menembak celananya, dan prajurit Konfed menembak bajunya! Kompromi  atas kebenaran  tidak akan  pernah  menyenangkan  pihak manapun.  Para  penolak Allah  tidak  akan pernah  puas  dengan  Alkitab,  walau dikompromikan  sekalipun.  Sedangkan kompromi-kompromi ini justru bertentangan dengan pengajaran tegas dari Alkitab.  Berikut  akan  dibahas  beberapa kompromi  yang  paling  populer  antara Alkitab dan evolusi.


A. Theistic Evolution

       Theistic Evolution sebenarnya adalah suatu  istilah  yang  cukup  lebar.  Pada intinya,  theistic  evolution  mengatakan bahwa  Alkitab  benar  bahwa  Allah menciptakan alam semesta ini, dan bahwa evolusi  juga  benar-benar  terjadi.  Jadi, kesimpulan  mereka  adalah: Allah menciptakan melalui  proses  evolusi. Ada berbagai  variasi  dalam  theistic  evolution mengenai   seberapa  banyak  Tuhan mengontrol  proses  evolusi  yang  terjadi, tetapi  intinya  adalah  bahwa  Allah menggunakan evolusi untuk menciptakan.

Sebagaimana  telah  disinggung, kompromi  ini  sama  sekali  tidak  akan diterima  oleh  kaum  atheis  yang memang dari awal menciptakan teori evolusi untuk menghilangkan  kebutuhan  akan  Allah. Mereka tidak akan menerima seorang yang percaya  theistic  evolution  sebagai  terpelajar, mereka  akan  tetap menganggapnya bodoh karena  tetap “memerlukan Allah.”
      Di sisi lain, theistic evolution tidaklah kompatibel  dengan  pengajaran  Alkitab. Permasalahannya,  Alkitab  bukan  hanya mengatakan  bahwa  Allah  menciptakan alam semesta ini, Alkitab juga menspesifikasikan  bagaimana  Allah  menciptakan alam  semesta  ini.  Tentu  Allah  tidak menjelaskan secara mendetil sekali, tetapi informasi  yang  diberikan  cukup  untuk memberitahu manusia  garis  besar  proses penciptaan,  dan  sama  sekali  tidak berhubungan dengan “evolusi.”
Pertama, Alkitab mengajarkan bahwa Allah  menciptakan  alam  semesta  dalam enam hari (Kejadian 1), dan bukan melalui suatu  ledakan.  Ini  bertentangan  dengan evolusi. Lalu, Alkitab menegaskan bahwa Allah  menciptakan  tiap-tiap  jenis tumbuhan (Kej. 1:11-12) dan  tiap-tiap  jenis binatang  (Kej. 1:20-22), bukan menciptakan makhluk bersel satu lalu membiarkan makhluk itu berevolusi. Yang paling jelas, Alkitab  mengajarkan  bahwa  Allah menciptakan  manusia  secara  spesial  dari debu tanah (Kej. 2:7), bukan dari makhluk  “yang  lebih  rendah”  sebagaimana diajarkan evolusi.
         Intinya,  tidak  ada  seorang  pun  yang dapat  memperlihatkan  bahwa  Alkitab mengajarkan  atau  mendukung  evolusi, kecuali  mereka  mau  berkata  bahwa Kejadian pasal 1 dan 2 (dan banyak perikop lain) sama sekali  tidak akurat, dan hanyalah suatu mitos yang harus ditafsirkan  secara alegoris. Tentu ini adalah pendekatan yang sangat  berbahaya,  sebagaimana  sudah artikel pertama  jelaskan. Masih banyak  lagi pertentangan antara Alkitab dengan  theistic evolution,  tetapi  karena  mengena  juga kepada  bentuk-bentuk  kompromi selanjutnya, akan dibahas di  sana.


B.Gap-Theory/Ruin-Reconstruction Theory

       Ada  orang  Kristen  yang  menolak sebagian  teori  evolusi,  yaitu  bagian  yang berkata  bahwa  manusia  berasal  dari binatang,  tetapi  menerima  bagian  dari evolusi  lainnya,  yaitu  bahwa  bumi  kita sudah  berumur  milyaran  tahun.  Oleh karena  itu,  mereka  merasa  perlu  untuk mencari  milyaran  tahun  itu  di  dalam Alkitab.  Tentu  saja  mereka  tidak  akan mendapatkannya,  oleh  karena  itu mereka menciptakannya. Masuklah gap  theory.

Gap theory,  yang  dipopulerkan  oleh Thomas  Chalmers  (1814)  dan  lalu  oleh Scofield  Reference  Bible,  merasa  dapat menemukan  jutaan  dan  milyaran  tahun yang  dituntut  oleh  teori  populer  evolusi dengan  cara  menyisipkannya  di  antara Kejadian 1:1 dan 1:2. Kedua ayat tersebut berbunyi:  “Pada  mulanya Allah  menciptakan  langit dan bumi. Bumi belum berbentuk  dan  kosong;  gelap  gulita  menutupi samudera  raya, dan Roh Allah melayang-layang  di  atas  permukaan  air.”  Menurut para pendukung gap  theory, ada  jutaan atau milyaran  tahun  yang  tidak  diceritakan antara  ayat  satu  dan  dua.  Jadi  menurut mereka: “Pada mulanya Allah menciptakan langit  dan  bumi.  [Lalu  ada masa  sisipan yang  tidak diceritakan selama  jutaan  tahun] Lalu  bumi  menjadi  tak  berbentuk  dan kosong  [atau kacau dan balau].”
         Menurut  gap  theory,  dalam  jutaan tahun  yang  terlupakan  itu,  Allah  sudah menciptakan  manusia  sebelum  Adam (sering  disebut  pre-Adamic  race)  dan berbagai   jenis  binatang,   termasuk dinosaurus yang lalu punah. Umat manusia sebelum  Adam  ini  lalu  memberontak melawan Tuhan, dan pada masa ini jugalah Lucifer  memberontak  melawan  Tuhan. Akhirnya  seluruh  dunia  dimusnahkan dalam suatu air bah global, yang disebut Air Bah Lucifer (kontras dengan Air Bah Nuh belakangan). Air Bah sebelum Adam inilah yang dikatakan menghasilkan segala jenis fosil dan  fenomena sedimentasi yang kita temui hari ini. Air Bah pra-Adam ini pula yang  ditenggarai  menyebabkan  bumi  itu “kacau dan balau” di Kejadian 1:2. Lalu, Kejadian pasal 1 ditafsirkan  sebagai tindakan  Allah  melakukan  rekonstruksi bumi yang baru saja Ia hancurkan melalui  Air Bah pra-Adam  tersebut.
         Jelas  sekali  bahwa  para  evolusionis tidak  akan  terpesona  oleh  kompromi  ini. Mereka  tetap  tidak  akan  percaya  tentang adanya  Lucifer,  atau Air-Bah  pra-Adam, atau bahkan eksistensi Allah sendiri. Usaha gap theory untuk menemukan jutaan tahun dalam  halaman-halaman  Kitab  Suci memang memperlihatkan kreativitas yang amat besar,  tetapi  sebenarnya  berbahaya dan  sama  sekali  tidak  diperlukan.  Jika evolusi  itu  benar, maka  gap  theory  sama sekali  tidak  akan  memuaskan  untuk menjelaskan,  dan  jika  evolusi  itu  salah, sama sekali  tidak diperlukan  jutaan  tahun dalam Alkitab.  Sebagai  suatu  kompromi, gap  theory  justru  merugikan  dan menyerang pihak yang benar, yaitu Alkitab
sendiri.

          Para pendukung gap theory berimajinasi bahwa mereka telah mempertahankan  kredibilitas  ilmiah Alkitab.  Sebenarnya,  usaha mereka  adalah  seumpama membuang mutiara kepada babi. Babi tidak akan menghargainya, dan  sebaliknya mutiara  tersebut bisa tergores. Gap theory bertentangan  dengan  Alkitab  dan mempercayai gap  theory berarti tidak mempercayai Alkitab.
Pertama, Alkitab menyatakan bahwa Adam adalah manusia  pertama,  bukan  suatu ras pra-Adam yang tak bernama dan tak pernah Tuhan singgung. “Seperti  ada  tertulis:  Manusia pertama,  Adam  menjadi  makhluk  yang hidup”  (1 Kor.  15:45).  Entah  gap  theory benar, atau Rasul Paulus yang benar, tetapi tidak  kedua-duanya.  Berikutnya,  gap theory  mengajarkan  adanya  kematian, bahkan  banyak  sekali  kematian  berupa semua fosil yang ditemukan hari  ini,  jauh sebelum  Adam.  Sekali  lagi,  Alkitab mengajarkan  bahwa  kematian  masuk  ke dalam  dunia  melalui  Adam.  “Sebab  itu, sama  seperti  dosa  telah masuk  ke  dalam dunia  oleh  satu  orang,  dan  oleh  dosa  itu juga maut . . . Sungguhpun demikian maut telah  berkuasa  dari  zaman Adam  sampai kepada zaman Musa .. .” (Roma 5:12, 14).
Jadi, jelas bahwa Paulus diilhamkan Allah untuk menulis  bahwa  tidak  ada  kematian sebelum  Adam,  kontra  gap  theory. Pemahaman  Paulus  ini  cocok  dengan pandangan Allah sendiri, yang pada akhir dari  hari  keenam  penciptaan,  mengumumkan  bahwa  segala  ciptaanNya itu “sungguh  amat  baik”  (Kej.  1:31). “Sungguh  amat  baik”  tentunya  tidak memungkinkan  adanya  kematian,  pemberontakan,  dosa,  dan Air  Bah  yang menghancurkan dunia!
        Selain  bertentangan  dengan  pernyataan  yang tegas dari Alkitab sendiri, gap theory juga tidak memiliki dasar eksegesis sama  sekali  dalam  Kejadian  pasal  1. Peralihan dari ayat satu ke ayat dua dalam Kejadian  1,  bukanlah  peralihan  yang mengindikasikan  peristiwa  selanjutnya. Dalam  bahasa  Ibrani,  ada  dua  jenis konjungsi, yaitu konjungsi konsekutif, dan konjungsi disjungtif. Konjungsi konsekutif menyatakan  urut-urutan  peristiwa, misal: Andi  naik  ke  mobil  dan  dia  pergi  ke sekolah dan dia pulang dengan mobil yang sama. Perhatikan bahwa kata “dan” bersifat konsekutif,  mengindikasikan  urutan peristiwa berdasarkan sekuensi waktu. Ada juga  penggunaan  “dan”  yang  bersifat disjungtif, misal: Andi naik ke mobil dan mobil  itu  berwarna  merah.  Penggunaan kata  “dan”  dalam  contoh  kedua  ini  sama sekali  TIDAK  mengindikasikan sesuatu yang  terjadi berikutnya. Beralih dari ayat satu ke ayat dua dalam Kejadian 1, ada kata “dan” dalam bahasa asli, yaitu kata waw. Tanpa perlu menjelaskan grammar  Ibrani secara  panjang  lebar  dalam  artikel  ini, dapat dipastikan kepada pembaca sekalian bahwa ayat satu dihubungkan dengan ayat dua  bukan  oleh  waw  consecutive  (yang mengindikasikan  peristiwa  berikutnya), melainkan  oleh  waw  disjunctive  (atau conjunctive).  Ini  berarti,  bahwa  ayat  dua bukan  menggambarkan  kondisi  bumi berikutnya,  atau  setelah  milyaran  tahun, tetapi  menggambarkan  bumi  yang  sama dengan yang di ayat  satu.


C. Day-Age Theory

         Kompromi berikutnya ini juga sering muncul di kalangan orang-orang yang  tetap yakin Allah menciptakan,  tetapi  tertekan oleh  tuntutan  “jutaan  tahun”  yang dibebankan  oleh  evolusi.  Semestinya orang-orang ini memiliki keberanian untuk “lebih  suka  menderita  sengsara  dengan umat  Allah”  (Ibr.  11:25)  dan  menerima ejekan dan cemoohan kaum atheis daripada berkompromi.  Namun  sebagian  orang berusaha merekonsiliasi Kejadian pasal 1 dengan evolusi dengan mengatakan bahwa hari-hari penciptaan bukanlah hari  secara literal,  tetapi  merupakan  suatu  jangka waktu  yang  sangat  panjang,  jutaan  tahun bahkan. Untuk menopang  teori  ini,  yang sering  disebut  day-age  theory,  mereka bahkan mengutip ayat, “di hadapan Tuhan satu  hari  sama  seperti  seribu  tahun  dan seribu tahun sama seperti satu hari” (2 Pet. 3:8,  yang  juga  mengutip  Maz.  90:4). Permasalahan dengan ayat-ayat ini adalah bahwa  mereka  bukan  sedang  berbicara mengenai  penciptaan  (melainkan  konsep bahwa Tuhan ada di  luar waktu), dan  juga  bahwa seribu tahun bukanlah satu juta atau satu milyar  tahun.

       Pendukung  teori  ini  mengajak  orang Kristen  untuk  tidak menafsirkan Kejadian secara  terlalu  literal.  Hari-hari  Penciptaan itu  bisa  saja  suatu  kiasan,  suatu  lambang, suatu metafora. Tetapi permasalahan dengan pendekatan ini adalah si penafsir tidak tahu harus berhenti di mana. Sampai di manakah kiasan  ini  berakhir  dan  fakta-fakta  riil muncul  dalam  Alkitab?  Apakah  kisah penciptaan  Adam  juga  suatu  metafora? Apakah kejatuhan dalam dosa  juga hanyalah suatu  alat  peraga  tetapi  tidak  benar-benar terjadi?  Bukankah  konsep  adanya  pohon kehidupan  dan  ular  yang  berbicara  sangat menyengat bagi ilmuwan-ilmuwan terpelajar? Bagaimana  dengan Kain  dan Habel?  Apakah  hanya  suatu  mitos  yang hanya  dicatat  untuk  ditarik  pelajaran rohaninya?
           Orang-orang  yang  berkompromi dengan evolusi tidak sadar bahwa tindakan kompromi mereka menyerang  Injil Kristus secara dahsyat. Jika Penciptaan tidak benar-benar  terjadi  sebagaimana  tertulis  dalam Kejadian 1 dan 2, melainkan hanyalah suatu perumpamaan,  atau  mitos,  atau  allegori. Maka Adam  dan  Hawa  juga  belum  tentu benar-benar  ada.  Bisa  jadi  mereka  adalah personifikasi  dari  seluruh  manusia,  dan kisah  kejatuhan  dalam  dosa  hanyalah refleksi dari apa yang terjadi kepada setiap orang! Dan jika Adam pertama tidak benar-benar  ada,  maka  terbuka  kemungkinan bahwa  Adam  kedua  (Yesus  Kristus), hanyalah  suatu  ilustrasi  juga.  Dan  jika kejatuhan  dalam  dosa  tidaklah  historis, tetapi  hanyalah  suatu  pengajaran  rohani, jangan-jangan  penyelamatan  dari  dosa  di atas kayu salib  juga  tidaklah historis! Betapa berbahayanya!
      Yang  jelas,  jika  seseorang  membaca Alkitab apa adanya, tanpa dipengaruhi oleh evolusi  atau  didorong  oleh  semangat kompromi,  ia  tidak akan menemukan day-age  theory dalam kitab Kejadian. Memang benar,  bahwa  kata  “hari”  (yom)  dalam bahasa  Ibrani  bisa mengacu  kepada  suatu jangka waktu yang lebih dari 24 jam, tetapi setiap  kali  kata  “hari”  dikaitkan  dengan angka dalam Alkitab, maka yang dimaksud adalah  hari  yang  literal.  Jadi,  istilah  hari pertama, kedua, ketiga, hingga keenam dan ketujuh, memberitahu bahwa hari-hari yang dimaksud  adalah  literal. Lebih  lanjut  lagi, hari-hari ini terdiri dari petang dan pagi, jadi haruslah hari yang  literal. Tetapi yang paling jelas  adalah  pernyataan  Alkitab  sendiri: “Sebab  enam  hari  lamanya  TUHAN menjadikan langit dan bumi, laut dan segala isinya”  (Kel.  20:11).  Alkitab  mengatakan “enam hari” bukan enam masa, atau enam periode, atau enam  lainnya,  tetapi enam hari. Bahkan  ini  dijadikan  pola  bekerja  untuk manusia.  Tentunya  tidak  ada  yang  mau bekerja  untuk  enam  juta  tahun  untuk beristirahat di  satu  juta  tahun ketujuh!
Sekali  lagi,  kompromi  tidak  akan memuaskan  pihak  evolusi.  Mereka  tetap tidak  akan  menerima  Alkitab.  Akan  sulit bagi seorang yang berpegang pada day age theory,  untuk  mencoba  menerangkan bagaimana caranya  tumbuhan  (hari ketiga) bisa muncul jutaan tahun sebelum matahari (hari keempat).  Jadi, daripada berkompromi, baiklah  orang  percaya  dengan  berani memegang Alkitab dan percaya kepada apa yang Allah nyatakan. Amin. ***

Tidak ada komentar: