Sekalipun
teolog Bruno Baur menolak bahwa Yesus pernah hidup di dunia, dan kelompok
Jesus Seminar dan teolog modern menolak ke’Tuhan’annya, umat manusia
secara umum mengakui bahwa Yesus pernah tinggal di Yudea dan lahir di
Betlehem, namun kapan kelahiran itu terjadi?
Natal
pertama tercatat secara jelas dalam Kitab Injil Matius 1:18-2:11 dan Lukas
2:1-20, peristiwa mana terjadi ketika kaisar Agustus mengeluarkan perintah
sensus dimana penduduk harus mendaftar ulang di tempat asal kelahiran
mereka. Dari sejarah kita mengetahui bahwa kaisar Agustus memerintah
sekitar tahun 30sM – 14M. Namun, kapan ia mengadakan sensus?
Dari
data Alkitab kita mengetahui bahwa pada waktu Yesus dilahirkan, Yudea
diperintah oleh raja Herodes Agung (37 – 4sM) yang kejam bahkan kita
melihat kekejaman itu pada waktu ia membunuh bayi-bayi di Betlehem
(Mat.2:16-18). Dari data ini kita dapat mengetahui bahwa waktunya tidak
lebih lambat dari tahun 4sM, dan karena Herodes meninggal tidak lama
setelah kelahiran Yesus, maka kemungkinan Yesus lahir antara tahun 6 –
4sM, dan bukan pada tahun 0.
Sekarang,
pada bulan apa Yesus dilahirkan? Benarkah seperti yang dikatakan tradisi
gereja yang menyebut tanggal 25 Desember? Kelihatannya bulan dan tanggal
itu tidak tepat, soalnya pada bulan Desember – Januari, di Palestina,
iklimnya cukup dingin dengan beberapa tempat bersalju, sehingga agaknya
tidak mungkin ada bintang terang di langit dan para gembala bisa berada di
padang Efrata dalam keadaan musim demikian (Luk.2:8), demikian juga
tentunya kaisar Agustus tidak akan mengeluarkan kebijakan sensus dan
menyuruh penduduk Yudea melakukan perjalanan jauh dalam suasana dingin
yang mencekam sehingga Maria yang hamil mesti melakukannya.
Ada
pendapat selain bulan Desember itu, yaitu dikemukakan bahwa Yesus
dilahirkan kemungkinannya di bulan Tishri (September – Oktober) yaitu
pada hari Raya Pondok Daun, dimana iklimnya menunjang. Argumentasi ini
didasarkan waktu penugasan Zakharia masuk ke Bait Allah adalah sekitar
bulan Siwan (Mei – Juni) dan dengan memperhitungkan lama kandungan
Elizabeth dan Maria, maka diperkirakan kelahiran Yesus terjadi pada
sekitar Hari Raya Pondok Daun. Lalu mengapa diadakan pada tanggal 25
Desember?(Penulis mendukung pandangan ini, karena ini yang dinyatakan oleh Alkitab)
Umat
Kristen abad pertama tidak merayakan hari Natal, bagi mereka kekristenan
berpusat pada rangkaian hari kematian, dengan puncak kebangkitan Tuhan
Yesus Kristus yang dikenal sebagai hari Paskah. Sejak abad-3 gereja Timur
(Orthodox) merayakan hari ‘Epifani’ (manisfestasi) pada tanggal 6
Januari untuk merayakan hari pembaptisan Yesus di sungai Yordan yang
sekaligus mencakup peringatan akan kelahirannya. Perayaan Epifania masih
dirayakan gereja Timur hingga kini dengan memberkati air baptisan dan
sungai Yordan. Di gereja Barat, hari Epifani juga dirayakan untuk
mengingat kunjungan para Majus, dan sejak abad-4 untuk mengenang peristiwa
sekitar manifestasi kelahiran Yesus di Betlehem.
Pada
tahun 274, di Roma dimulai perayaan hari kelahiran Matahari pada tanggal
25 Desember sebagai penutup festival saturnalia (17-24 Desember) karena
diakhir musim salju Matahari mulai menampakkan sinarnya pada hari itu.
Menghadapi perayaan kafir itu, umat Kristen umumnya meninggalkannya dan
tidak lagi mengikuti upacara itu, namun dengan adanya kristenisasi masal
di masa Konstantin, banyak orang Kristen Roma masih merayakannya sekalipun
sudah mengikuti agama Kristen. Kenyataan ini mendorong pimpinan gereja di
Roma mengganti hari perayaan ‘kelahiran Matahari’ itu menjadi perayaan
‘kelahiran Matahari Kebenaran’ dengan maksud mengalihkan umat Kristen
dari ibadat kafir pada tanggal itu dan kemudian menggantinya menjadi
perayaan ‘Natal.’ Pada tahun 336, perayaan Natal mulai dirayakan
tanggal 25 Desember sebagai pengganti tanggal 6 Januari. Ketentuan ini
diresmikan kaisar Konstantin yang saat itu dijadikan lambang raja Kristen.
Perayaan Natal kemudian dirayakan di Anthiokia (375), Konstantinopel
(380), dan Alexandria (430), kemudian menyebar ke tempat-tempat lain.
Dari
kenyataan sejarah tersebut kita mengetahui bahwa Natal bukanlah perayaan
dewa Matahari, namun usaha pimpinan gereja untuk mengalihkan umat Roma
dari dewa Matahari kepada Tuhan Yesus Kristus dengan cara menggeser
tanggal 6 Januari menjadi 25 Desember, dengan maksud agar umat Kristen
tidak lagi mengikuti upacara kekafiran Romawi. Masa kini umat Kristen
tidak ada yang mengkaitkan hari Natal dengan hari dewa Matahari, dan
tanggal 25 Desember pun tidak lagi mengikat, sebab setidaknya umat Kristen
secara umum merayakan hari Natal pada salah satu hari di bulan Desember
sampai Januari demi keseragaman.
Lalu
bagaimana dengan istilah ‘Christmas’? Istilah ini berasal kata
‘Cristes Maesse’ yang berarti ‘misa Kristus.’ Memang harus diakui,
di sini ada pengaruh budaya kafir Romawi atas ibadat Natal di gereja Barat
(yang kemudian menjadi Roma Katolik) yaitu asalnya upacara kurban darah
binatang di mezbah gedung pengadilan romawi yang bernama Basilika. Ini
sejak pemerintahan Konstantin, Basilika dihadiahkan kepada gereja lalu
patung dewa-dewi Romawi diganti menjadi patung orang-orang suci, dan
upacara kurban darahnya diubah juga menjadi upacara ‘misa Kristus’,
yaitu perayaan penebusan tubuh dan darah Yesus’ atau penghidupan kembali
kematian dan kebangkitan Yesus disertai perjamuan kudus (ekaristi) dimana
darah dan anggur dianggap berubah menjadi darah dan tubuh Yesus ketika
masuk ke mulut (transubstansi). Umat Kristen tidak lagi menghias gereja
dengan ‘patung’ dan melakukan ‘misa’ lagi (misa yang arti umumnya
perayaan perjamuan kudus tetapi secara khusus dalam ekaristi RK diberi
kandungan magis ajaran transubstansi dan penghidupan kembali pengorbanan
Tuhan Yesus).
“Kristus
hanya satu kali saja mengorbankan diri-Nya untuk menanggung dosa banyak
orang. Sesudah itu Ia akan menyatakan diri-Nya sekali lagi tanpa
menanggung dosa untuk menganugerahkan keselamatan kepada mereka yang
menantikan Dia.” (Ibrani 9:28).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar